Sistem Reverse Osmosis dengan alat pengukur TDS air untuk menunjukkan efektivitas penurun TDS air pada pengolahan air bersih.

Penurun TDS Air dan Cara Kerjanya

Pendahuluan — Mengapa Penurun TDS Air Dibutuhkan?

Air yang tampak jernih belum tentu bebas dari kandungan zat terlarut. Salah satu indikator penting kualitas air adalah TDS (Total Dissolved Solids), yaitu jumlah total mineral, garam, dan logam yang terlarut di dalamnya. Jika kadar TDS terlalu tinggi, air dapat berasa asin, meninggalkan kerak, dan menurunkan umur peralatan rumah tangga atau sistem industri.
Di sinilah Penurun TDS Air berperan penting — untuk menjaga kualitas air agar tetap sesuai standar, aman dikonsumsi, dan ramah bagi sistem pengolahan.


Apa Itu TDS dan Dampaknya terhadap Kualitas Air

TDS (Total Dissolved Solids) menunjukkan jumlah total zat padat terlarut dalam air, diukur dalam ppm (parts per million).
Nilai TDS ideal tergantung pada kebutuhan:

  • <50 ppm: Air murni (deionisasi)
  • 50–300 ppm: Aman untuk konsumsi
  • 300–600 ppm: Masih layak digunakan
  • >1000 ppm: Tidak layak, perlu sistem penurun TDS

Kadar TDS tinggi biasanya berasal dari mineral alami, intrusi air laut, atau kontaminasi dari sistem pipa dan tanah.

📖 Referensi: WHO Drinking Water Quality Guidelines


Fungsi Penurun TDS Air dalam Sistem Pengolahan

Sistem Penurun TDS berfungsi untuk menurunkan kadar garam, ion, dan mineral terlarut, sehingga menghasilkan air yang lebih murni dan stabil. Beberapa manfaat utamanya:

  1. 💧 Meningkatkan Kualitas Air Minum
    Menghilangkan rasa asin dan aroma logam dari air.
  2. ⚙️ Melindungi Peralatan Rumah dan Industri
    Mencegah kerak pada pemanas air, kettle, pipa, dan boiler.
  3. 🧪 Menjaga Proses Produksi Industri
    Air ber-TDS rendah penting untuk produk F&B, farmasi, dan elektronik.
  4. 🌱 Meningkatkan Umur Filter & Sistem Filtrasi
    Air yang lebih bersih membuat sistem bekerja lebih efisien dan tahan lama.

Cara Kerja Teknologi Penurun TDS

Terdapat beberapa metode untuk menurunkan TDS tergantung tingkat kebutuhan dan aplikasi:

1. Reverse Osmosis (RO)

Sistem RO menggunakan membran semi-permeabel yang mampu menyaring molekul air sambil menahan garam dan mineral terlarut.

  • Menurunkan TDS hingga 95–99%
  • Ideal untuk air sumur, air payau, dan air minum

👉 Lihat: Brackish Water Desalination System – Gapura Liqua Solutions

2. Deionisasi (Ion Exchange)

Metode ion exchange menggunakan resin untuk mengganti ion bermuatan positif/negatif, menghasilkan air ultra-murni (TDS hampir nol).

  • Umumnya digunakan di laboratorium dan industri elektronik.

3. Distilasi

Proses pemanasan dan penguapan air untuk menghilangkan hampir semua zat padat terlarut.

  • Efektif tetapi memerlukan energi besar.

4. Filtrasi Multilayer

Menggabungkan media seperti AFM Filter Media, karbon aktif, dan antrasit untuk menurunkan TDS ringan sekaligus memperbaiki kejernihan air.
👉 Pelajari: AFM Filter Media – Gapura Liqua Solutions


Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Penurun TDS Air

Kinerja sistem tergantung pada beberapa faktor penting:

  • Kualitas air baku: Semakin tinggi TDS awal, semakin kompleks sistem yang dibutuhkan.
  • Jenis teknologi: RO, deionisasi, dan distilasi memiliki tingkat efisiensi berbeda.
  • Tekanan & suhu air: Tekanan rendah dapat menurunkan performa sistem.
  • Pemeliharaan rutin: Pembersihan membran, backwash media, dan penggantian filter berkala.

Keunggulan Sistem Pengolahan Air Profesional

Menggunakan sistem dari penyedia profesional seperti PT Gapura Liqua Solutions memberikan keunggulan:

  • Desain sistem sesuai kebutuhan rumah, hotel, atau pabrik.
  • Integrasi dengan pre-treatment seperti AFM dan dosing chemical.
  • Dukungan teknis berkelanjutan dan hemat energi.
  • Hasil air memenuhi standar kualitas nasional dan internasional.

📚 Baca juga: Anti-Scaling Agent untuk RO


Kesimpulan — Solusi Efisien untuk Kualitas Air Lebih Baik

Menjaga kadar TDS bukan hanya soal rasa air, tetapi tentang kesehatan, efisiensi, dan keberlanjutan.
Dengan memahami cara kerja dan manfaat Penurun TDS Air, baik rumah tangga maupun industri dapat memastikan suplai air yang lebih bersih dan aman untuk digunakan setiap hari.

“Air bersih bukan hanya jernih — tapi memiliki kadar TDS yang terkontrol.”

Perbandingan AFM Media dan pasir silika untuk sistem filtrasi air modern menunjukkan efisiensi dan kejernihan hasil penyaringan.

AFM Media Lebih Efisien, Mengapa?

Pendahuluan — Mengapa AFM Media Lebih Efisien untuk Sistem Filtrasi

Dalam sistem pengolahan air modern, efisiensi media filtrasi menjadi faktor utama untuk menjaga kualitas air, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan keberlanjutan.
AFM Media lebih efisien dibandingkan pasir silika tradisional karena memiliki porositas tinggi, kemampuan self-sterilizing, serta efek katalitik yang mencegah pertumbuhan bakteri dan biofilm.

Sebagai inovasi media filtrasi dari kaca daur ulang, AFM (Activated Filter Media) telah digunakan secara luas di industri air bersih, hotel, dan fasilitas pengolahan air modern. Artikel ini membahas mengapa AFM Media lebih efisien dibanding media konvensional, baik dari sisi performa teknis maupun efisiensi energi.


Apa Itu AFM Media dan Mengapa Lebih Efisien

AFM Media lebih efisien karena bukan sekadar pengganti pasir, melainkan media filtrasi aktif yang bekerja melalui mekanisme fisik dan katalitik.
AFM (Activated Filter Media) dibuat dari kaca daur ulang yang diaktifkan dengan proses termal, menciptakan permukaan bermuatan negatif yang mampu menangkap partikel mikro dan menguraikan senyawa organik.

Cara Kerja AFM Media

  1. Filtrasi Mekanis: Menyaring partikel halus hingga 1 mikron.
  2. Filtrasi Katalitik: Mengoksidasi logam berat dan senyawa organik.
  3. Efek Self-Sterilizing: Mencegah biofouling dan pertumbuhan mikroorganisme.

📖 Referensi: Dryden Aqua – How AFM Works


Keunggulan AFM Media

AFM dirancang untuk mengatasi semua kekurangan media pasir silika. Berikut alasan utama mengapa AFM media efisien:

Kinerja Filtrasi Lebih Halus

  • Menyaring partikel mikro (hingga 1 mikron).
  • Menghasilkan air dengan kekeruhan rendah dan bebas bakteri.

Mencegah Biofouling dan Mengurangi Pemeliharaan

  • Permukaan AFM bersifat antimikroba alami.
  • Mengurangi frekuensi backwash dan penggunaan bahan kimia.

Penghematan Air, Energi, dan Biaya

  • Konsumsi air backwash berkurang hingga 50%.
  • Sistem lebih stabil, menghemat energi pompa.
  • Umur pakai >10 tahun tanpa penurunan performa.

Investasi Lebih Efisien Jangka Panjang

  • ROI cepat berkat penghematan air dan energi.
  • Minim kebutuhan penggantian media.

Perbandingan AFM Media dan Pasir Silika dalam Efisiensi Filtrasi

KriteriaPasir SilikaAFM Media
Ukuran Filtrasi15–20 mikron1–4 mikron
BiofoulingRentanHampir nol
Umur Pakai2–3 tahun>10 tahun
Kebutuhan BackwashTinggi50% lebih hemat
Efek KatalitikTidak adaAda
Dampak LingkunganPasir tambangKaca daur ulang

Aplikasi AFM Media

AFM digunakan di berbagai sektor karena efisiensinya:

  • 🌊 Water Treatment Plant (WTP): Pretreatment sebelum Reverse Osmosis.
  • 🏨 Hotel & Resort: Air kolam dan sistem distribusi air bersih.
  • 🧪 Laboratorium & Medis: Air ultra-murni untuk pengujian.
  • 🏭 Industri F&B: Menjamin standar higienitas air proses.

👉 Lihat produk: AFM Filter Media – Gapura Liqua Solutions


Dampak Lingkungan: AFM Media lebih Ramah Lingkungan

Selain unggul secara teknis, AFM Media lebih efisien dalam menjaga keberlanjutan lingkungan karena:

  • Terbuat dari 100% kaca daur ulang tanpa penambangan pasir.
  • Mengurangi emisi karbon dan limbah filtrasi.
  • Mendukung Circular Economy serta Sustainable Water Management.

📚 Baca juga: UN SDG Goal 6 – Clean Water and Sanitation


Kesimpulan — AFM Media Lebih Efisien untuk Masa Depan Air Bersih

Efisiensi AFM media mencakup performa filtrasi, umur panjang, dan dampak ekologisnya. Dengan teknologi katalitik dan bahan daur ulang, AFM menjadi investasi jangka panjang yang efisien, aman, dan berkelanjutan untuk industri air bersih masa depan.

“AFM adalah langkah maju menuju efisiensi air bersih yang lebih hijau dan ekonomis.”

Follow us on Social Media

Facebook Instagram LinkedIn
Muara sungai dengan air payau yang menunjukkan peningkatan salinitas akibat percampuran air laut dan air tawar di daerah pesisir.

Salinitas Air Payau serta Dampaknya

Pendahuluan — Mengenal Salinitas Air Payau

Salinitas air payau dampak menjadi isu penting dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia, khususnya di wilayah pesisir. Air payau adalah air dengan kadar garam lebih tinggi dari air tawar, namun lebih rendah dari air laut — biasanya antara 0,5 hingga 30 ppt.

Peningkatan salinitas dapat memengaruhi ekosistem, pertanian, serta kualitas air yang digunakan manusia. Oleh karena itu, memahami salinitas air payau dampak dan solusinya sangat penting agar kita dapat menjaga keseimbangan lingkungan secara berkelanjutan.


Pengertian Salinitas Air Payau

Secara ilmiah, salinitas adalah jumlah total garam terlarut dalam air, dinyatakan dalam satuan ppt (part per thousand) atau PSU (Practical Salinity Unit).

  • Air tawar: < 0,5 ppt
  • Air payau: 0,5–30 ppt
  • Air laut: > 30 ppt

Air payau terbentuk karena percampuran air laut dan air tawar, baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia.

📖 Referensi bacaan: FAO – Water Salinity and Its Management


Penyebab Terjadinya Salinitas Air Payau

Tingginya salinitas di air payau dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik alami maupun buatan manusia:

  • Intrusi air laut: Air laut masuk ke lapisan tanah akibat penurunan muka air tanah.
  • Evaporasi tinggi: Penguapan meningkatkan konsentrasi garam di perairan dangkal.
  • Pencampuran alami: Di muara sungai, air laut dan tawar bercampur secara terus-menerus.
  • Aktivitas manusia: Eksploitasi air tanah, industri pesisir, serta pembuangan limbah.
  • Perubahan iklim: Kenaikan permukaan laut memperparah intrusi garam ke wilayah pesisir.

Dampak Salinitas Air Payau terhadap Lingkungan dan Kehidupan

Peningkatan salinitas air payau dampak nyata pada berbagai sektor kehidupan.

1. Dampak terhadap Ekosistem

  • Menurunkan keanekaragaman hayati perairan.
  • Ikan dan organisme air tawar tidak mampu beradaptasi dengan kadar garam tinggi.
  • Terjadi perubahan rantai makanan alami.

2. Dampak terhadap Pertanian

  • Salinisasi tanah mengurangi kesuburan dan produksi hasil panen.
  • Ion Na⁺ dan Cl⁻ menghambat penyerapan nutrisi akar tanaman.
  • Tanah menjadi keras dan tidak permeabel terhadap air.

3. Dampak terhadap Kualitas Air Tanah

  • Air menjadi tidak layak konsumsi.
  • Peralatan dan pipa air mudah korosi.
  • Biaya pengolahan air meningkat karena kandungan TDS tinggi.

Dampak Sosial dan Ekonomi Akibat Salinitas Air Payau

Selain lingkungan, salinitas air payau dampak juga terasa dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat pesisir:

  • Petani kehilangan hasil panen akibat salinisasi.
  • Meningkatnya biaya irigasi dan pengolahan air.
  • Migrasi masyarakat pesisir ke daerah lain karena sumber air memburuk.

📚 Referensi riset: ScienceDirect – Impacts of Salinity on Agricultural Productivity


Solusi Mengatasi Salinitas Air Payau

Untuk mengatasi salinitas air payau dampak negatifnya, berbagai strategi dapat diterapkan, mulai dari pengelolaan sumber air hingga teknologi pengolahan modern.

1. Pengelolaan Air dan Tanah

  • Membatasi eksploitasi air tanah di pesisir.
  • Membuat sumur resapan dan recharge wells untuk mencegah intrusi garam.
  • Irigasi bergilir untuk mencuci garam dari lapisan tanah atas.

2. Teknologi Pengolahan Air Payau

  • Reverse Osmosis (RO) Brackish Water Treatment untuk menurunkan kadar garam.
  • AFM Filter Media sebagai tahap pretreatment sebelum desalinasi.
  • Electrodialysis dan Nanofiltration untuk sistem berskala kecil atau komunitas.

👉 Lihat juga: Brackish Water Desalination System

3. Rehabilitasi Lahan dan Ekosistem

  • Penanaman mangrove untuk menahan air laut dan memperbaiki ekosistem pantai.
  • Penambahan bahan organik dan gipsum pada lahan salin.
  • Penggunaan tanaman toleran salinitas seperti sorgum, kelapa, dan padi Pokkali.

Peran PT Gapura Liqua Solutions dalam Penanganan Air Payau

Sebagai penyedia Total Water Solutions, PT Gapura Liqua Solutions menghadirkan teknologi pengolahan air payau dan air laut yang efisien, termasuk:

  • Sistem Reverse Osmosis (RO) untuk desalinasi brackish water.
  • Filtrasi AFM (Activated Filter Media) untuk penghilangan partikel dan bakteri.
  • Sistem Chemical Dosing untuk mencegah fouling dan scaling pada membran.

👉 Pelajari lebih lanjut: AFM Filter Media


Kesimpulan — Menjaga Keseimbangan Salinitas Air Payau

Salinitas air payau dampak lingkungan, pertanian, dan kualitas hidup manusia secara langsung. Namun, melalui teknologi desalinasi, konservasi air tanah, dan pengelolaan berbasis ekosistem, kita dapat mengurangi dampak negatif tersebut.

“Mengelola salinitas air payau bukan hanya menjaga kualitas air, tetapi juga melindungi masa depan pertanian dan lingkungan pesisir Indonesia.”

Follow us on Social Media

Facebook Instagram LinkedIn
Ilustrasi biofouling pada membran RO dan solusi pembersihan kimia dengan sodium hypochlorite untuk kontrol pertumbuhan mikroorganisme.

Biofouling pada Membran dan Solusinya

Pendahuluan — Biofouling pada Membran Solusi yang Tepat untuk Sistem Filtrasi

Biofouling pada membran solusi menjadi topik penting dalam pengolahan air modern karena dampaknya terhadap efisiensi sistem filtrasi seperti Reverse Osmosis (RO), Ultrafiltration (UF), dan Nanofiltration (NF).
Masalah ini terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri, alga, atau jamur menempel dan tumbuh di permukaan membran, membentuk lapisan biofilm yang menghambat laju aliran air.
Tanpa solusi yang tepat, biofouling dapat menyebabkan penurunan performa sistem, peningkatan tekanan, dan biaya operasional yang tinggi.


Tahapan Terbentuknya Biofouling pada Membran

Proses pembentukan biofouling pada membran terjadi dalam beberapa tahap utama:

  1. Adsorpsi Senyawa Organik
    Bahan organik seperti protein dan lemak mulai menempel di permukaan membran, menciptakan lapisan awal yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme.
  2. Adhesi Mikroorganisme
    Bakteri mulai melekat dan membentuk matriks zat lengket (EPS – Extracellular Polymeric Substances).
  3. Pertumbuhan Koloni dan Pembentukan Biofilm
    Mikroba berkembang biak, membentuk biofilm tebal yang menyumbat pori-pori membran.
  4. Maturasi dan Pelepasan (Detachment)
    Lapisan biofilm menebal, menurunkan permeabilitas, dan sebagian lepas untuk menyebar ke area lain dalam sistem.

Dampak Biofouling pada Membran Terhadap Efisiensi Sistem

Biofouling menyebabkan beberapa efek signifikan pada sistem membran industri, di antaranya:

  • Penurunan laju aliran (flux) karena pori tersumbat oleh lapisan biofilm.
  • Kenaikan tekanan diferensial (ΔP) yang meningkatkan kebutuhan energi pompa.
  • Frekuensi CIP meningkat, menyebabkan downtime lebih sering.
  • Penurunan umur membran akibat abrasi selama pembersihan.
  • Kualitas air menurun karena bakteri lolos dari filtrasi.

Contohnya, pada sistem RO air laut, biofouling dapat menurunkan efisiensi hingga 30% hanya dalam 6 bulan jika tidak ada solusi biofouling pada membran yang diterapkan.


Faktor Penyebab Biofouling pada Membran

Beberapa penyebab utama terjadinya biofouling antara lain:

  • Kualitas air baku yang buruk, tinggi kandungan organik dan mikroba.
  • Suhu dan pH ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme.
  • Desinfeksi tidak optimal, seperti klorinasi yang tidak konsisten.
  • Desain sistem RO yang menciptakan area stagnan (dead zones).
  • Pretreatment tidak memadai, seperti filtrasi atau dosing antiscalant yang tidak sesuai.

Solusi Pencegahan Biofouling pada Membran

Pretreatment Sebagai Solusi Biofouling pada Membran

Gunakan kombinasi penyaringan multi-tahap, carbon filter, dan dosing antiscalant untuk menurunkan beban mikroba sebelum tahap RO.
👉 Internal link: Water Treatment Supply

Desinfeksi Air Baku untuk Mengendalikan Biofouling

Beberapa metode desinfeksi efektif meliputi:

  • Klorinasi (NaOCl) dengan dosis terukur.
  • UV Sterilization untuk sistem sensitif terhadap bahan kimia.
  • Ozonasi untuk air laut dengan kontaminan tinggi.

Pemilihan Material Membran yang Tahan Biofouling

Gunakan membran dengan lapisan antimikroba atau hydrophilic coating untuk mencegah adhesi biofilm sejak awal.

Pembersihan Berkala (CIP) untuk Solusi Biofouling pada Membran

Lakukan cleaning-in-place menggunakan bahan kimia berikut:

  • Alkali (NaOH) untuk fouling organik.
  • Asam sitrat atau HCl untuk endapan mineral.
  • Surfaktan non-ionik untuk biofilm tebal.

🔗 Referensi: Panduan CIP Membran — Lenntech


Pendekatan Teknologi Modern untuk Solusi Biofouling pada Membran

  • Dosing Biocide Otomatis menggunakan sensor mikrobiologis.
  • Surface Modification Membran dengan bahan perak atau TiO₂ untuk efek antimikroba.
  • Online Monitoring System untuk mendeteksi biofouling dini melalui ΔP dan flux.
  • AI Control System yang menyesuaikan siklus CIP secara otomatis.

🔗 Sumber: Advanced Anti-Biofouling Technologies — ScienceDirect


Produk dan Solusi dari PT Gapura Liqua Solutions

Sebagai penyedia Total Water Solutions, PT Gapura Liqua Solutions menghadirkan teknologi untuk mengatasi biofouling pada membran, antara lain:

  • Chemical Dosing & Antiscalant Systems
  • UV Sterilizer untuk Pretreatment RO
  • AFM Filter Media untuk menurunkan beban mikroba sebelum filtrasi utama
    👉 Internal link: AFM Filter Media

Kesimpulan — Solusi Efektif untuk Biofouling pada Membran

Mengatasi biofouling pada membran membutuhkan strategi komprehensif yang mencakup pretreatment yang baik, pemantauan kualitas air, CIP terjadwal, dan pemilihan teknologi tepat.

Dengan penerapan solusi terpadu dari PT Gapura Liqua Solutions, industri dapat memperpanjang umur membran, menurunkan biaya operasional, dan menjaga performa sistem RO secara berkelanjutan.

Konsultasikan kebutuhan biofouling pada membran solusi terbaik bersama PT Gapura Liqua Solutions untuk hasil optimal dan efisien.

Follow us on Social Media

Facebook Instagram LinkedIn
Sludge volume reduction system at industrial wastewater treatment plant using clarifiers and aeration tanks under sunset view.

Sludge Volume Reduction System in Industrial Wastewater

Introduction — The Need for Sludge Volume Reduction Systems

Managing sludge is one of the toughest challenges in industrial and food-processing wastewater treatment. A sludge volume reduction system plays a vital role in minimizing the amount of sludge generated during treatment, significantly cutting transportation and disposal costs.

From dairy and seafood factories to beverage and palm oil plants, industries face mounting pressure to handle sludge sustainably while meeting environmental regulations. A well-designed sludge volume reduction system not only reduces waste volume but also supports energy recovery and carbon footprint reduction.


Understanding Sludge Volume Reduction

Sludge volume reduction refers to the process of minimizing water and solid content within sludge to make it easier and cheaper to manage.

Common goals of a sludge volume reduction system include:

  • Reducing total solids for easier handling and disposal.
  • Lowering moisture content before drying or incineration.
  • Optimizing energy recovery from biogas systems.

There are several main approaches to sludge reduction:

  • Physical: thickening, dewatering, centrifugation.
  • Chemical: conditioning and polymer dosing.
  • Biological: endogenous decay and cryptic growth.
  • Thermal & Advanced: hydrolysis, ultrasonic, and oxidation processes.

Sludge Characteristics in Industrial and Food-Processing Facilities

Industrial sludge often contains higher levels of fats, oils, grease, and organic matter compared to municipal sludge. Food-processing plants, in particular, deal with variable sludge quality depending on seasonal production.

Challenges include:

  • High organic and grease loads reducing filter efficiency.
  • Odor and pathogen issues.
  • Unstable sludge consistency.

These factors require customized sludge volume reduction systems tailored to each industry’s composition and processing needs.


Physical and Chemical Sludge Volume Reduction Techniques

Physical processes like thickening, centrifugation, and dewatering mechanically remove water content from sludge. Common methods include filter presses, belt presses, and screw presses.

Chemical conditioning uses coagulants (e.g., ferric chloride) and polymers to improve dewatering performance. Proper chemical selection enhances sludge settling and reduces volume effectively.

For example, a palm oil processing plant achieved 40% sludge reduction using a centrifuge + polymer dosing system.

👉 Related: Water Treatment Supply and Sludge Management Solutions


Biological Methods in Sludge Volume Reduction Systems

Biological sludge reduction techniques focus on using microorganisms to naturally consume or break down biomass.

Main methods include:

  • Endogenous respiration: microbes use their own stored carbon for energy, reducing solids.
  • Cryptic growth: microbes consume dead biomass, minimizing residual solids.
  • Bioaugmentation: specialized bacteria accelerate degradation for faster results.

These techniques require longer retention times but yield sustainable and chemical-free results.

📖 Reference: Biological Mechanisms for Sludge Reduction — PMC Research


Advanced and Hybrid Sludge Volume Reduction Systems

Advanced technologies increase the efficiency of sludge reduction. Examples include:

  • Thermal hydrolysis: high-pressure steam treatment to break sludge structure.
  • Ultrasonic disintegration: mechanical vibration ruptures microbial cells, improving dewaterability.
  • Ozone or oxidation: reduces pathogens and volatile solids.

Hybrid setups combine multiple stages, such as ultrasonic + dewatering or biological + thermal treatment, to achieve up to 60% volume reduction.

🔗 Learn more: Sludge Dewatering Overview — Wikipedia


Cost and Energy Efficiency in Sludge Reduction

Implementing a sludge volume reduction system can significantly lower operational costs. Key considerations:

  • CapEx vs OpEx: balance between equipment cost and long-term energy savings.
  • Energy recovery: integrate anaerobic digestion or biogas utilization.
  • Chemical consumption: optimize polymer dosing for efficiency.

A cost-benefit analysis often shows ROI within 2–3 years for industrial-scale systems.


Environmental and Regulatory Compliance

Reducing sludge volume helps industries comply with Indonesia’s environmental regulations (PP No. 22/2021) by lowering waste generation and emissions.

Additional benefits include:

  • Reduced transport and disposal footprint.
  • Alignment with ISO 14001 environmental standards.
  • Contribution to ESG and sustainability goals.

Designing a Sludge Volume Reduction System

Effective design ensures performance and reliability:

  1. Sludge characterization — analyze solids content and composition.
  2. Pilot testing — evaluate best reduction methods.
  3. Technology selection — choose between physical, biological, or hybrid.
  4. Integration — connect with existing wastewater treatment.
  5. Automation — use sensors for optimal dosing and monitoring.

👉 Related Product: AFM Filter Media for Industrial Wastewater


Conclusion — Smarter Sludge Management for Sustainable Industry

A sludge volume reduction system is a critical component of sustainable industrial wastewater management. By combining physical, biological, and thermal processes, facilities can reduce sludge by up to 80% while recovering energy and lowering operational costs.

Partner with PT Gapura Liqua Solutions — your trusted partner for integrated sludge volume reduction systems and wastewater optimization in the industrial and food-processing sectors.

Follow us on Social Media

Facebook Instagram LinkedIn
Laboratory water purification system with RO membranes, polishing filters, and activated filter media for ultrapure water production.

Laboratory Water Purification System: RO + Polishing

Introduction — Why Laboratory Water Purification Systems Matter

A laboratory water purification system is essential to ensure the accuracy and reliability of every experiment, chemical analysis, or biological test. In research and testing environments, water quality directly affects experimental precision — even minor impurities can alter results.

Every advanced RO water purification setup for laboratories must meet strict ASTM and ISO purity standards to achieve reproducible outcomes and protect sensitive instruments.

A well-engineered laboratory water purification system combines Reverse Osmosis (RO) as the primary purification stage with polishing technologies like EDI, UV, and ultrafiltration as final refinement — ensuring the highest water purity grades required by modern laboratories.

🔗 Learn more about the official ASTM D1193 Standard for Reagent Water that defines Type I, II, and III laboratory water categories.


Understanding Reverse Osmosis in Laboratory Water Purification Systems

Reverse Osmosis (RO) serves as the foundation of a laboratory water purification system. Using a semi-permeable membrane, RO removes ions, particulates, microorganisms, and dissolved solids.

Typical RO systems in labs, such as Barnstead™ Pacific™ RO Water Purification Systems, are designed for high efficiency and precision.

At Gapura Liqua Solutions, we integrate advanced RO membranes and anti-scaling chemicals for RO systems to maintain consistent flow and prevent membrane fouling in industrial and laboratory applications.


The Role of Polishing in a Laboratory Water Purification System

Even after RO, trace ions, organic carbon, or endotoxins may remain. That’s where polishing comes in — the final step to achieve ultrapure water (ASTM Type I).

A well-designed RO + polishing chain includes advanced post-treatment components such as Activated Filter Media (AFM), UV oxidation, and ultrafiltration membranes.

📖 For reference, read Puretec’s High Purity Water Quality Standards Guide to understand laboratory water classifications and purity benchmarks.


Key Polishing Technologies for RO Laboratory Water Systems

a. Deionization (DI) in Lab Water Systems

Removes residual ions using ion-exchange resins — ideal for Type II or Type III lab water purification.

b. Electrodeionization (EDI) for High-Purity Lab Water

A continuous, chemical-free deionization method using electricity and membranes.
Learn more in this detailed Wikipedia article on Electrodeionization.

c. UV Sterilization in RO Laboratory Systems

UV lamps destroy microorganisms and reduce Total Organic Carbon (TOC), improving water stability and safety for sensitive testing environments.

d. Ultrafiltration (UF) for Laboratory Water Purification

Removes pyrogens, viruses, and macromolecules — ensuring ultrapure output suitable for biological, pharmaceutical, or analytical laboratories.


The Complete RO + Polishing Laboratory Water Purification Chain

An efficient laboratory water purification system follows a well-engineered sequence:

  1. Pre-treatment — sediment and carbon filtration using products like industrial filters.
  2. Reverse Osmosis (RO) — main desalination stage using RO membrane systems.
  3. Polishing Stage — DI, EDI, UV, or UF modules for Type I purity.
  4. Storage & Distribution — maintaining water purity during use.

📘 Examples of integrated laboratory systems:


Maintenance and Monitoring Best Practices for RO + Polishing Systems

Consistent performance of an RO + polishing system depends on proper maintenance:

  • RO membrane cleaning and scaling prevention
  • UV lamp and filter replacements
  • Monitoring conductivity, resistivity, TOC, and flow rate

You can explore HANS Premium Water Filters for high-efficiency lab and industrial pre-filtration solutions that extend RO system life.


Applications of Laboratory Water Purification Systems in Research and Industry

Different labs have varying purity needs:

  • Analytical chemistry labs require Type I water (TOC < 10 ppb).
  • Clinical diagnostics need pyrogen-free water for sample accuracy.
  • Pharmaceutical and biotech laboratories depend on EDI and UV polishing to maintain compliance and sterility.

The integration of RO + polishing is vital to every laboratory water purification system, ensuring reproducible results and regulatory compliance.


Environmental and Cost Considerations for Laboratory RO Systems

Modern RO systems are designed to minimize waste through high-recovery membranes and intelligent pressure control. Polishing stages such as Electrodeionization (EDI) further reduce chemical waste and energy use.

♻️ For sustainable practices, reuse RO reject water for cooling or cleaning — aligning with Gapura Liqua Solutions’ Total Water Solutions approach for environmentally responsible water management.


Conclusion — Building a Reliable Laboratory Water Purification System

Combining Reverse Osmosis with polishing technologies results in a robust, scalable, and sustainable laboratory water purification system.

By following ASTM purity standards and implementing scheduled maintenance, laboratories can achieve consistent, ultrapure water for all analytical and industrial applications.

Partner with PT Gapura Liqua Solutions — Indonesia’s trusted EPC company for integrated water treatment, RO membranes, and polishing solutions tailored for research and industry.

Follow us on Social Media

Facebook Instagram LinkedIn

Comparison diagram of thermal vs membrane desalination showing evaporation and condensation process versus reverse osmosis filtration system.

Thermal vs Membrane Desalination for Industries

Introduction — Why Thermal vs Membrane Desalination Matters

Global industries — from hospitality to power generation — rely on desalination systems to secure sustainable water resources. Among the most widely used technologies are thermal vs membrane desalination, two core processes that define how saltwater is transformed into freshwater for industrial use. As demand grows, choosing the right desalination system becomes crucial for efficiency, cost, and sustainability.

In simple terms, desalinasi adalah proses menghilangkan kadar garam dari air laut atau air payau agar menjadi air bersih yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan industri.

👉 Learn the fundamentals of desalination from ScienceDirect Topics.


Understanding Thermal Desalination Systems

Thermal desalination, one of the two main approaches in thermal vs membrane desalination, uses heat to evaporate seawater, then condenses the vapor into fresh water — leaving salt and minerals behind. It’s a time-tested process, often applied in large-scale plants that can also recover waste heat from power generation.

Main Types of Thermal Desalination

  • Multi-Stage Flash (MSF)
  • Multi-Effect Distillation (MED)
  • Vapor Compression (VC)

Thermal systems are reliable and handle high-salinity feed water, making them ideal for coastal power plants and heavy industries. However, they are energy-intensive and require significant capital investment.

📖 Learn more about phase-change desalination technologies in this MDPI review on thermal desalination.

Internal link: For a broader explanation of proses desalinasi air laut, visit Proses Desalinasi Air Laut.


Understanding Membrane Desalination Systems

Membrane desalination is a pressure-driven process that pushes water through a semi-permeable membrane, separating dissolved salts and impurities. The most common form, Reverse Osmosis (RO), dominates today’s desalination market due to its scalability and energy efficiency.

Types of Membrane Desalination

  • Reverse Osmosis (RO)
  • Electrodialysis (ED)
  • Forward Osmosis (FO)
  • Capacitive Deionization (CDI)

Membrane systems are compact, energy-efficient, and modular — perfect for food & beverage, hospitality, and manufacturing industries. They require effective pre-treatment and anti-scaling control to prevent fouling.

💧 Learn more in this MDPI study on membrane-based desalination systems.

Internal links:


Key Differences in Thermal vs Membrane Desalination

CriteriaThermal DesalinationMembrane Desalination
Core ProcessEvaporation & condensationFiltration through membranes
Energy SourceHeat / SteamElectricity / Pressure
Cost per m³HigherModerate to Low
Water TypeHigh-salinity seawaterBrackish & lower salinity
MaintenanceModerateHigher (membrane fouling)
Ideal IndustriesPower, Oil & GasHospitality, F&B, Manufacturing

📘 For advanced comparisons, read Elsevier’s study on hybrid desalination systems.

Internal link opportunity:
See Sistem Desalinasi RO for RO-based system examples used in membrane desalination.


Hybrid Desalination Systems: Combining Thermal and Membrane Technologies

Hybrid desalination integrates membrane (RO) and thermal (MED/MSF) technologies to improve efficiency and reduce waste. These systems:

  • Optimize energy consumption using waste heat
  • Improve water recovery rates
  • Minimize brine disposal volumes

🔗 Explore how industries reuse waste heat for thermal desalination on SciELO.

Internal link idea: Showcase a real-world case by linking to GLS Completes Desalination Project.


Environmental & Economic Impact of Desalination Types

Thermal systems consume more energy but can utilize residual heat from industrial operations, reducing total emissions. Membrane systems, while energy-efficient, must manage chemical usage and brine disposal.

🧪 For an in-depth environmental comparison, explore the MDPI report on advances in desalination methods.
🌍 For sustainable development insights, visit the UNESCO Water Portal.


Which Desalination Type Is Right for Your Industry?

IndustryRecommended SystemReason
Power & EnergyThermal / HybridUses waste heat efficiently
Hospitality & ResortsMembraneCompact, low-energy systems
Food & BeverageMembraneHigh purity, consistent output
Oil & GasThermalHandles high-salinity feed
Municipal SupplyHybridBalances efficiency and cost

💡 The right thermal vs membrane desalination choice depends on salinity, energy source, and budget. For a tailored solution, contact PT Gapura Liqua Solutions, Indonesia’s trusted partner for complete water treatment and desalination systems.


Conclusion — Choosing Between Thermal and Membrane Desalination

Both thermal and membrane desalination play essential roles in modern water management.

  • Choose thermal for high-salinity, large-scale, or power-linked operations.
  • Choose membrane for energy-efficient, modular, and scalable applications.

By understanding thermal vs membrane desalination, industries can make smarter, sustainable decisions.

With years of expertise in water treatment engineering, Gapura Liqua Solutions delivers end-to-end solutions for both technologies — helping businesses achieve reliable, efficient, and environmentally responsible water supply systems.

Follow us on Social Media

Facebook Instagram LinkedIn
Perbandingan membran Reverse Osmosis sebelum dan sesudah penggunaan anti scaling agent dari Gapura Liqua Solutions.

Anti Scaling Agent RO: Fungsi & Panduan Dosis

Anti Scaling Agent RO dalam sistem Reverse Osmosis (RO), kerak atau scaling merupakan masalah umum yang dapat menurunkan efisiensi filtrasi dan umur membran. Solusinya adalah penggunaan anti scaling agent, bahan kimia pencegah kerak yang disuntikkan sebelum air masuk ke unit membran.

Sebagai penyedia Total Water Solutions, PT Gapura Liqua Solutions menghadirkan beragam produk dan layanan kimia pengolahan air, termasuk anti scaling agent untuk sistem RO dan SWRO.


1. Apa Itu Anti Scaling Agent?

Anti scaling agent (antiscalant) adalah bahan kimia yang berfungsi mencegah terbentuknya kerak akibat endapan mineral seperti kalsium karbonat, kalsium sulfat, dan silika pada membran RO.

Penggunaan antiscalant secara rutin dapat:

  • Memperpanjang umur membran
  • Menjaga debit air (permeate flow) tetap stabil
  • Mengurangi kebutuhan cleaning in place (CIP)
  • Menekan biaya operasional sistem

Untuk sistem air laut, produk ini juga digunakan pada unit Reverse Osmosis System yang menjadi inti dari proses desalinasi air laut di berbagai proyek industri dan hospitality.

(Referensi: Pure Aqua)


2. Mekanisme Kerja Anti Scaling Agent

Antiscalant bekerja dengan tiga mekanisme utama:

  1. Threshold Inhibition – mencegah ion-ion penyebab kerak mengendap.
  2. Crystal Modification – mengubah struktur kristal agar tidak mudah menempel pada permukaan membran.
  3. Dispersion – menjaga partikel tetap terdispersi sehingga tidak menggumpal menjadi kerak.

Teknologi ini membuat membran lebih tahan terhadap scaling bahkan pada sistem dengan tingkat recovery tinggi.
(Referensi: Avista Membrane Solutions)


3. Jenis-Jenis Anti Scaling Agent

JenisKarakteristikAplikasi
PhosphonateEfektif mengikat ion Ca²⁺ & Mg²⁺Umum pada sistem RO industri
Polymer & CopolymerBersifat dispersif & fleksibelCocok untuk air dengan TDS tinggi
Non-PhosphorusRamah lingkunganDigunakan pada sistem dengan regulasi ketat
Broad Spectrum AntiscalantMultifungsi, bekerja pada berbagai mineralIdeal untuk air laut atau payau

Contoh produk serupa dapat ditemukan pada Veolia Membrane Chemicals dan Water Technologies
(WaterTechnologies.com).


4. Penentuan Dosis yang Tepat

Menentukan dosis anti scaling agent harus mempertimbangkan:

  • Komposisi kimia air baku (Ca, Mg, SiO₂, SO₄²⁻)
  • Recovery sistem RO
  • Suhu dan pH air
  • Jenis membran dan tekanan operasi

Rata-rata dosis efektif berkisar antara 0,5–4 mg/L.
Gunakan perhitungan berbasis software scaling prediction atau rekomendasi pabrikan agar dosis sesuai.

Pelajari juga tahap pra-perlakuan air laut pada halaman
AFM Filter Media,
yang membantu mengoptimalkan kinerja antiscalant dengan mengurangi fouling pada tahap awal filtrasi.


5. Aplikasi di Sistem RO Industri

Implementasi anti scaling dilakukan melalui sistem chemical dosing, dengan tahapan berikut:

  1. Injeksi sebelum high-pressure pump
  2. Dosing pump terkalibrasi otomatis
  3. Pencampuran merata (static mixer)
  4. Pemantauan tekanan & konduktivitas real-time

Pada sistem desalinasi air laut (SWRO), antiscalant menjadi bagian integral dalam proses. Lihat visualisasi lengkap di artikel
Proses Desalinasi Air Laut
untuk memahami bagaimana antiscalant bekerja bersama unit RO, filtrasi AFM, dan post-treatment.


6. Manfaat Menggunakan Anti Scaling Agent

  • Meminimalkan kerak di membran
  • Menurunkan biaya maintenance
  • Meningkatkan efisiensi energi
  • Memperpanjang umur membran
  • Mengurangi downtime sistem RO

(Referensi: MembraneChemicals.com)


7. Tantangan & Best Practice

  • Underdosing menyebabkan scaling tetap terbentuk
  • Overdosing menyebabkan pemborosan kimia
  • Gunakan air hasil pra-filtrasi yang stabil
  • Lakukan monitoring tekanan & kualitas permeate berkala
  • Pilih formulasi kimia sesuai jenis air (laut, payau, PDAM, dll.)

8. Kesimpulan

Anti Scaling Agent untuk RO adalah bagian vital dalam sistem pengolahan air modern. Dengan pemilihan produk yang tepat, dosis akurat, dan sistem dosing otomatis, performa membran dapat dijaga optimal sekaligus menekan biaya operasional.

Gapura Liqua Solutions menyediakan solusi lengkap mulai dari perancangan sistem RO, chemical dosing unit, hingga produk pretreatment yang menunjang efisiensi dan keberlanjutan proses air bersih industri.

Follow us on Social Media

Facebook Instagram LinkedIn

Diagram proses desalinasi air laut menggunakan sistem reverse osmosis (RO) dari Gapura Liqua Solutions.

Proses Desalinasi Air Laut: Tahapan & Teknologi

Air tawar kini menjadi sumber daya langka di banyak wilayah pesisir dan pulau. Salah satu solusi utama adalah proses desalinasi air laut — mengubah air laut menjadi air tawar yang siap digunakan untuk kebutuhan industri, hotel, atau masyarakat umum.
Sebagai penyedia Total Water Solutions, PT Gapura Liqua Solutions menghadirkan berbagai teknologi desalinasi modern untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang berkelanjutan.


1. Apa Itu Desalinasi?

Desalinasi adalah proses menghilangkan kandungan garam dan mineral terlarut dari air laut agar menjadi air tawar.
Secara umum, terdapat dua jenis utama:

  • Desalinasi termal (evaporasi) seperti Multi-Stage Flash (MSF) dan Multi-Effect Distillation (MED)
  • Desalinasi membran seperti Reverse Osmosis (RO) yang lebih hemat energi dan lebih umum digunakan di Indonesia

Pelajari juga teknologi filtrasi dan media yang digunakan dalam sistem air bersih pada halaman AFM Filter Media — salah satu solusi penting dalam pra-perlakuan air laut sebelum proses RO.


2. Tahapan Proses Desalinasi Air Laut

Berikut urutan proses yang biasanya dilakukan pada sistem Sea Water Reverse Osmosis (SWRO):

TahapPenjelasan
1. Intake (Pengambilan Air Baku)Air laut diambil melalui sistem pipa atau sumur pantai dengan penyaringan awal untuk mencegah masuknya biota laut.
2. Pretreatment (Pra-perlakuan)Partikel besar, sedimen, dan bahan organik dihilangkan menggunakan media filtrasi seperti AFM, cartridge filter, dan bahan kimia anti-fouling.
3. Pressurization (Pemberian Tekanan)Air dipompa menggunakan high-pressure pump dengan tekanan hingga 60–70 bar agar dapat melewati membran RO.
4. Membrane Separation (Pemisahan)Air laut melewati membran semipermeabel; air murni (permeate) keluar, sedangkan garam tertinggal sebagai brine. Lihat contoh produk pada Reverse Osmosis System.
5. Post-Treatment (Stabilisasi)pH disesuaikan dan air ditambahkan mineral agar layak konsumsi.
6. Energy RecoverySistem modern kini menggunakan energy recovery device untuk menghemat energi hingga 40%.
7. Brine Disposal (Pembuangan Limbah)Cairan sisa (brine) dikontrol sebelum dibuang ke laut untuk mencegah dampak lingkungan.

3. Teknologi Pendukung Desalinasi Modern

Selain RO, beberapa teknologi pendukung membantu meningkatkan efisiensi sistem desalinasi:

  • Advanced Filtration Media (AFM) — media filtrasi kaca aktif yang menggantikan pasir silika, tahan fouling dan memiliki daya filtrasi lebih tinggi.
  • Digital Monitoring System — sistem kontrol otomatis untuk memantau tekanan, salinitas, dan kualitas air real-time.
  • Membrane Cleaning System (CIP) — sistem pembersihan otomatis yang memperpanjang umur membran.

Informasi tambahan dapat dilihat di halaman Total Water Management Solutions.


4. Tantangan dan Solusi dalam Desalinasi

Beberapa tantangan utama:

  • Konsumsi energi tinggi → Diatasi dengan sistem energy recovery dan pompa efisien.
  • Fouling & Scaling pada membran → Diminimalkan dengan pretreatment menggunakan AFM dan chemical dosing.
  • Biaya operasional → Penggunaan energi terbarukan seperti solar panel mulai diintegrasikan pada sistem modular.
  • Pembuangan brine → Dapat dimanfaatkan kembali untuk ekstraksi garam atau magnesium.

Studi global menunjukkan peningkatan efisiensi sistem RO modern hingga 45% lebih hemat dibandingkan dekade lalu (ScienceDirect).


5. Implementasi Desalinasi di Indonesia

Di Indonesia, proyek desalinasi semakin banyak digunakan di kawasan pesisir seperti Bali dan Kepulauan Seribu.
Gapura Liqua Solutions telah berkontribusi pada proyek SWRO di Jumeirah Bali Resort, menghadirkan air bersih yang memenuhi standar hotel bintang lima melalui teknologi Sea Water Reverse Osmosis yang efisien dan berkelanjutan.


6. Inovasi Masa Depan

  • Desalinasi berbasis energi terbarukan: integrasi dengan solar PV dan energi gelombang laut.
  • Membran graphene & nanomaterial: peningkatan selektivitas dan daya tahan fouling.
  • Zero-liquid discharge (ZLD): meminimalkan limbah cair dari proses RO.

Untuk memahami inovasi ini, lihat juga publikasi MDPI Water Journal – Advances in Desalination.


7. Kesimpulan

Proses desalinasi air laut menjadi solusi strategis untuk mengatasi keterbatasan air bersih, terutama di wilayah pesisir.
Dengan dukungan teknologi RO, sistem filtrasi modern, dan inovasi energi efisien, desalinasi kini semakin terjangkau dan ramah lingkungan.

Gapura Liqua Solutions berkomitmen menyediakan desain dan instalasi sistem desalinasi yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal — memastikan ketersediaan air bersih untuk generasi mendatang.

Follow us on Social Media

Facebook Instagram LinkedIn
Desalination plant at Jumeirah Bali using Activated Filter Media (AFM) and Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) for sustainable water treatment.

Jumeirah Bali Desalination Plant: AFM and SWRO

Introduction

Luxury coastal resorts must manage water supply carefully. At Jumeirah Bali, the resort installed a desalination plant combining Activated Filter Media (AFM) and Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) to ensure sustainable, high-quality water for its operations. According to the group, it features one of the region’s most advanced desalination solutions to avoid stressing Bali’s fragile freshwater resources (Jumeirah).


Challenges Faced by Jumeirah Bali Desalination Plant

Resort-scale seawater desalination comes with several obstacles:

  • High turbidity and suspended solids in seawater intake
  • Need for robust pre-treatment to protect SWRO membranes
  • Maintaining cost efficiency (OPEX, CAPEX) for long-term operations
  • Environmental considerations like brine discharge and energy demand (ScienceDirect)

Technical Solution: AFM Filtration and SWRO in Industrial Desalination Systems

AFM Filtration in Jumeirah Bali Desalination Plant

  • Seawater intake filtered through AFM Grades 1–3.
  • AFM effectively reduced colloidal matter, suspended solids, and organic load.
  • Research shows AFM can outperform sand filters in reducing turbidity and SDI (ResearchGate).

👉 Learn more about our Water Treatment Supply solutions.

SWRO System for Seawater Desalination

  • Post AFM, seawater processed through SWRO membranes.
  • Reduced turbidity and lower SDI safeguarded RO performance.
  • External studies note that SWRO is effective but requires careful energy optimization and brine management (Frontiers in Water).

👉 See our Reverse Osmosis Membrane product page.


Performance Results of Jumeirah Bali Industrial Desalination System

The desalination plant achieved:

  • Turbidity: reduced from 3–4 NTU → 0.2 NTU
  • SDI: lowered from 5–6 → <3
  • Suspended solids: reduced from 10–12 mg/L → <2 mg/L
  • Capacity: 400 CMD (2021) and 300 CMD (2023)

These results highlight how AFM filtration + SWRO desalination produced stable, cost-efficient operations at Jumeirah Bali.


Sustainability and Benefits of Seawater Desalination at Jumeirah Bali

  • Long-term OPEX and CAPEX savings
  • Stable performance of industrial desalination systems
  • Reduction in freshwater dependency in Pecatu, Bali
  • Alignment with global resort sustainability standards (Destinasian)

👉 Explore our expertise in Seawater Treatment and Desalination Technologies.


Conclusion: Jumeirah Bali Desalination Plant as a Model for Resorts

The Jumeirah Bali Desalination Plant proves how industrial desalination systems combining AFM pre-filtration and SWRO technology can ensure clean, reliable, and sustainable water supply for luxury hospitality. By addressing turbidity, SDI, and suspended solids, this project demonstrates best practices for future resort-scale desalination projects in Southeast Asia.


❓ FAQ About Jumeirah Bali Desalination Plant

1. What is the Jumeirah Bali Desalination Plant?
It is a seawater treatment facility at Jumeirah Bali that uses Activated Filter Media (AFM) and Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) to produce clean, sustainable water for resort operations.

2. Why does Jumeirah Bali need a desalination plant?
The resort is located in Pecatu, Bali, where freshwater resources are limited. Desalination reduces dependency on local water supplies and ensures sustainability.

3. How does AFM improve desalination at Jumeirah Bali?
AFM filtration removes turbidity, colloids, and suspended solids, lowering the SDI index. This extends the lifespan of SWRO membranes and reduces operational costs.

4. What are the results of the desalination system?
The system reduced turbidity from 3–4 NTU to 0.2 NTU, suspended solids from 10–12 mg/L to <2 mg/L, and stabilized SDI below 3.

5. Is seawater desalination sustainable for resorts?
Yes, when paired with technologies like AFM and energy-optimized SWRO, desalination provides resorts with reliable water while reducing environmental impact.

Follow us on Social Media

Facebook Instagram LinkedIn